Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama akan kembali menyelenggarakan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 pada 25-29 Oktober 2021 di Kota Surakarta, Jawa Tengah dengan mengangkat tema utama ‘Reactualization of Fiqh: Islam and Public Policy’. AICIS tahun ini yang jadwalnya akan diselenggarakan di UIN Raden Mas Said Surakarta itu nantinya mulai berbasis virtual conference.
Walaupun begitu, perhelatan AICIS yang ke-20 tetap mendapatkan antusias yang tinggi dari para cendekiawan dan pemerhati studi Islam dengan beragam latar belakang. Tidak kurang AICIS tahun ini telah menyeleksi dan memilih 74 artikel selected panel dan 176 artikel open panel. Para peserta yang terpilih nantinya akan menyampaikan artikelmereka via luring maupun daring dari tempat tinggal mereka masing-masing.
Salah satu yang perlu kita nantikan pemaparannya ialah pemaparan artikel Siti Muflichah (UIN Antasari Banjarmasin) bersama Yufi Adriani (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Azharsyah Ibrahim (UIN ArRaniry Aceh), Nina Nurmila (UIN Sunan Gunung Djati Bandung), dan Ayi Yunus Rusyana (UIN Sunan Gunung Djati Bandung). Dalam abstraknya, mereka mengkaji bagaimana faktanya New Managerialism (NM) pada Perguruan Tinggi Islam lebih condong menguntungkan akademisi laki-laki dan memberikan dampak negatif kepada para akademisi perempuan yang bekerja di dalamnya serta meniscayakan mereka termasuk gologan kelas dua dalam struktur masyarakat kampus.
Dalam artikel tersebut, Muflichah memaparkan bahwa akademisi perempuan di bawah New Managerialism (NM) Perguruan Tinggi Islam seringkali diposisikan sebagai subjek dengan berbagai tugas yang lebih banyak dan tidak adil porsinya dengan akademisi laki-laki. Bahkan para akademisi perempuan lebih diharuskan memperhatikan pelayanan pastoral para siswanya, sehingga mereka seringkali merasa terhalang untuk terlibat langsung dalam publikasi internasional, terlebih untuk menduduki posisi akademis dan kepemimpinan yang tinggi dalam dunia kampus.
Dalam penelitiannya, Muflichah, dkk. Melakukan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara semi struktur terhadap akademisi perempuan tentang gender dan good governce di era New Managerialism (NM). Tak lupa dalam pengumpulan data, mereka menerapkan etika feminis yaitu etika peduli, empati, kepercayaan, dan saling dialogis (Jaggar, 1998).
Karena penerapan New Managerialism (NM) belum maksimal dalam mendukung keadilan gender di Perguruan Tinggi Islam, maka akademisi perempuan masih berada di bawah reprensitasi dan masa-masa sulit dalam dunia akademis kampus. Melalui kerja kolaboratif yang ilmiah dan untuk menciptakan kesetaraan gender dalam dalam kehidupan publik dunia kampus, Muflichah, dkk. Berusaha mencari proses tata kelola yang adil dalam perbedaan gender menuju terciptanya good governance antara akademisi laki-laki dan perempuan dalam sistem manajemen akademik di Perguruan Tinggi Islam. Untuk selebihnya, mari kita nantikan pemaparannya dalam perhelatan AICIS ke-20 di Surakarta nanti.
(Naufal Aulia Hanif – Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)